BIARKAN SUKSES MENGEJARMU
Aku baru terbangun dari tidurku.
Untung saja hari ini hari minggu. Jadi Aku bisa tidur lebih lama dari biasanya.
Samar-samar, kudengar suara ayah dan ibuku yang sedang bercakap-cakap di ruang
tamu. Aku segera bangkit dan menyambar handuk yang sudah tergantung dikursi
belajarku lalu pergi mandi.
Tidak lama kemudian, Aku selesai
mandi dan segera bergabung dengan Ayah dan Ibuku yang masih sibuk membicarakan
sesuatu.
“Sandra, Kamu sudah bangun, Nak? Ayo
duduk sini. Ada yang ingin Ayah dan Ibu bicarakan sama Kamu.” Ujar Ibuku yang
langsung menggeser duduknya. Memberi luang padaku untuk duduk diantara mereka.
Aku menuruti. “Ada apa, Bu, Yah?
Sepertinya penting sekali.” tanyaku penasaran.
“Begini Sandra. Kamu kan tahu
bagaimana keadaan ekonomi keluarga kita?” Jawab Ibu sambil mengusap rambutku
dengan penuh kasih sayang. Aku hanya diam tidak mengerti.
“Keuangan keluarga kita sangat
menurun saat ini. Ayah dan Ibu sudah berusaha untuk menabung sedikit demi
sedikit. Tapi selalu saja ada keperluan-keperluan yang mendesak.”
“Jadi?” Kataku masih tidak mengerti.
“Jadi Ayah dan Ibu minta maaf
sekali. Karena Kamu tidak dapat melanjutkan pendidikanmu ke perguruan tinggi.”
sahut Ayah dengan penuh penyesalan.
Aku terkejut. Rasanya wajahku mulai
memanas. “Ta.. tapi Yah, Aku ingin masuk ke fakultas kedokteran. Itu adalah
impi..”
“Sandra,” Sela Ibuku dengan nada yang
sama seperti Ayah. “Ayah dan Ibu sangat menyesal.
“Aku tidak dapat membensung air
mataku lagi. Sambil menangis, Aku bangkit dan langsung berlari kekamar.
***
Esoknya, Aku pergi kesekolah dengan
muka awut-awutan. Pelajaran pun tidak ku gubris dengan baik. Teman-teman dan
wali kelasku yang kebetulan saat itu sedang mengajar menjadi prihatin dengan
sikapku. Karena biasanya Aku termasuk orang yang periang dan cermat dalam
pelajaran.
Saat istirahat kedua, Bu Ratna, wali
kelasku, memanggilku kekantor. Dia bertanya ada apa denganku. Aku tidak tahan
lagi. Jadi ku ceritakan saja pada wali kelasku itu tentang masalahku. Bu Ratna
mendengarkan semuanya dengan seksama. Saat Aku sudah selesai bercerita, beliau
berkata,
“Kamu benar-benar ingin masuk ke
fakultas kedokteran, Sandra?”
“Iya, Bu. Sejak kecil, cita-cita
Saya adalah menjadi seorang dokter bedah.” jawabku.
“Kalau begitu, tanpa uang pun bisa.”
Ujar Bu Ratna dengan senyum tulus.
Dahiku berkerut menatap Bu Ratna,
tidak mengerti. “Maksud Ibu?”
“Dengarkan pepatah ini Sandra. Jangan biarkan dirimu mengejar kesuksesan.
Tapi buatlah kesuksesan itu mengejar dirimu. Ucap Bu Ratna dengan bijak.
Aku menatp Bu Ratna dengan dalam.
Aku mulai mengerti sekarang. Semangatku mulai muncul lagi. Aku segera meraih
tangan Bu Ratna dan Menciumnya. Lalu Aku pamit untuk kembali kekelas.
***
UAN tinggal satu minggu lagi. Masih
ada waktu untuk menebus semuanya.
Siang dan malam Aku belajar dengan
giat yang disertai juga dengan do’a pada sang pencipta Dan moto hidup dari Bu
Ratna.
Akhirnya hari itu datang juga. Hari
diamana usaha belajarku selama ini dipertaruhkan. Tak sedikit pun terbesit
dalam niatku untuk mengambil jalan pintas dalam menghadapi soal-soal ujian.
Soal demi soal terus Aku pahami dengan benar. Hingga akhirnya UAN pun selesai
dan pengumuman kelulusan juga tiba.
Jantungku berdegup hebat menunggu
secarik kertas yang akan menentukan jalan hidupku selanjutnya. Tidak lama
kemudian, Ayahku keluar dari ruang kelasku. Ia menyodorkan sebuah amplop putih
padaku.
Aku membukanya dengan tidak sabar.
Jantungku semakin berdegup hebat. Saat semuanya terbuka, terpampanglah sebuah
tulisan bergaya TNR (Times New Roman) dengan ukuran tulisan kira-kira dua
puluh. LULUS. begitulah tulisannya.
Kontan, Aku langsung memeluk ayahku
dan menangis dibahunya. Tapi ritual itu tidak berlangsung lama karena tiba-tiba
ada sebuah suara yang memanggilku dari belakang. Aku berbalik dan mendapati Bu
Ratna sedang berdiri yang didapingi seorang pria lebih tua darinya.
“Selamat ya Sandra.. Kamu lulus dengan
nilai terbaik. Ibu bangga sama Kamu.” Ujar Bu Ratna yang langsung memelukku.
“Oh, ya. Ini, Kenalkan. Bapak ini adalah teman lama Ibu. Dia adalah salah satu
rektor di fakultas kedokteran.” Pria itu menyalamiku dengan penuh senyum. Aku
pun membalas senyumnya dengan sopan.
“Iya nak Sandra.. Saya sudah
mendengar semuanya dari Bu Ratna. Termasuk tentang cita-cita kamu yang kuat. Sekarang
saya mau menawari kamu untuk menjadi salah satu mahasiswi kedokteran dengan
gratis. Dan Saya juga akan mendaftarkan kamu pada jalur beasiswa. Tapi Kamu
harus mengikuti berbagai tes dulu. Bagaimana? Kamu tertarik?” Jelas pria itu.
Aku sangat terkejut. Aku pandang Bu
Ratna, Dia membalasku dengan senyum. Aku berbalik dan memandang Ayahku.
Sepertinya Ayahku juga sangat terkejut. Tapi setelah beberapa saat, Dia
tersenyum padaku seakan-akan berkata ‘semuanya terserah pada keputusanmu, Nak.’
Lalu Aku memablikkan badan dan menatap pria itu dan berkata, “Bapak
sungguh-sungguh?”
“Iya. Saya sungguh-sungguh.” balas
pria itu.
Air mataku mulai mengucur lagi. “I..
Iya Pak. Saya mau. Saya mau.” Sahutku. Yang diiringi air mata bahagia.
Memang benar kata Bu Ratna. Jangan biarkan dirimu mengejar kesuksesan.
Tapi buatlah kesuksesan itu mengejarmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar