Friend and love
Kamu mau nggak jadian sama Aku?
Kata-kata
itu terus berdengung di otak cewek yang sudah menduduki bangku kelas 2 Sekolah
Menengah Pertama itu. Memang sih masih terlalu awal untuk membuka masa pacaran.
Tapi itu dia, masa remaja memang penuh kejutan dan mengejutkan! Benar kan?!
“Tian,
Lo kenapa sih? Dari tadi kok senyum senyum sendiri?” tanya Vian yang sudah
berada di sebelah Tian. Ia memandang teman sebangkunya itu dengan tatapan
ngeri. “jangan-jangan... Lo udah mulai miring, ya?”
Tian
cepat-cepat tersadar dan langsung gelagapan. “Lho, kapan Lo datang?”
“Wah,
emang bener ada yang nggak beres nih!” katanya dengan tatapan menyelidik.
“Apaan
sih?” jawab Tian dengan ketus. “Apanya yang nggak beres?”
“tuh
kan, apa Gue bilang! ada yang nggak beres pasti!” sahutnya dengan suara
se-yakin-yakinnya.
“Ih,
apaan sih?”
“Liat
aja. Pertama, Lo nggak liat gue datang! Jelas-jelas Lo lagi menghadap ke arah
pintu! Kedua,” katanya sambil mengacungkan jari tengah dan jari telunjuknya
hingga berbentuk seperti huruf ‘V’ “Lo nyengir-nyengir sendiri dari tadi. dan
ketiga..” Vian mengangkat satu lagi jari manisnya hingga membentuk huruf ‘W’
“Gue yakin Lo nggak denger apa yang barusan Gue tanyain.” jelasnya dengan sorot
mata tajam.
“Gue
denger kok!” jawab Tian dengan tegas.
“Coba
Gue denger Lo ngulangin pertanyaan Gue tadi!” jawab Vian yang tidak kalah tegas
dan menantang.
Tian
berpikir dengan keras. Mencoba mengingat-ingat apa yang Vian tanyakan tadi. Vian
memang sudah bersahabat dengannya sejak pertama kali masuh ke sekolah ini.
Makanya Vian tahu betul bagaimana Tian kalau ada sesuatu yang sedang Ia
sembunyikan.
“Nah
Lo,” kata Vian dengan telak! “nggak bisa jawabkan?”
Untung
saja Tian tidak perlu melanjutkan pembicaraannya dengan Vian karena guru bahasa
inggris, yaitu Ibu Yanti, sudah memasuki ruang kelas. Tiba-tiba suasana kelas
menjadi seperti kuburan. Tidak ada bunyi sekekcil apapun. Bahkan suara Jangkrik
yang biasanya berteriak-teriak disebelah kelas kami yang ditumbuhi dengan
rumput-rumput lebat saja tidak berani bersuara. Mungkin insting kehewanannya
saat ini mencium aroma mengerikan yang baru masuk dari ruangan sebelah
rumahnya.
“Ambil selembar kertas dan siapkan alat tulis
kalian. Jangan ada barang sekecil apa pun di atas atau di bawah meja kalian
selain peralatan yang Ibu minta. Hari ini kita ulangan tentang Simple Future Tense.” kata Ibu Yanti
dengan santai dan berjalan menuju kursinya.
“HAAAAAAAAHHHHHH?!”
Spontan seluruh penghuni kelas menjerit kaget. Dan dalam hitungan detik
berikutnya suasana kelas yang tadi seperti kuburan menjadi gaduh. Berbagai
pertanyaan keluar dari berbagai mulut.
“Duh,
gimana nih, Gue nggak belajar tadi malam.” kata salah satu siswi yang berada di
jejeran duduk paling depan.
“Gue
juga nih.” jawab siswi yang duduk disebelahnya.
“Lo
hapal nggak formulanya?” kata siswa yang duduk di deretan kursi paling belakang.
“Ya
elah! Boro-boro hapal formulanya, Simple
apa tadi katanya? Simple kecebur?!”
“Simple Future!”
“nah,
itu maksud Gue. Simple Future? Ya ampun, bahasa dari planet mana sih tuh,
namanya nggak enak banget didenger.”
“Ya
ampun! Lo bego nggak kira-kira ya, Simple
Future Tense aja nggak tau.”
“Emang
Lo tau?” kata siswa itu lagi dengan sewot.
“Ya
nggak lah! kalo Gue tau, ngapain juga Gue tanya ama Lo!”
“Huhh..
dasar Lo! Gue kirain Lo tau.”
“Lo
juga sih, bego ngajak-ngajak Gue.”
“SHUT
UP!!!!!!”
Semua
orang pun terdiam dan duduk diam dengan tangan yang terlipat rapi di atas meja
ketika terdengar teriakkan Ibu Yanti. “Yang keberatan dengan ini silahkan keluar!”
Hening.
Tidak ada yang menjawab.
“Buset
dah! Nih Ibu galak banget sih, bisa-bisa Ki Joko Bodo aja langsung lari
terbirit-birit kalau ketemu Dia!” Bisik salah satu siswa ke arah ku. Spontan
Ibu Yanti menatapnya. “Vian, any
something wrong? Or are you wanna go out of here?”
“No, thanks Mam.” jawab Vian dengan
cepat.
“Good.”
Ibu Yanti mengalihkan pandangannya kepada seluruh penjuru kelas. “Ready?”
“YES!!!” sahut seisi
kelas.
“OK. Soalnya adalah...”
Akhirnya
ulangan yang sangat menegangkan itu berakhir. Semua murid sama sekali tidak
bisa bediskusi karena Ibu Yanti selalu saja berkeliling ruangan. Setelah
bayangan Ibu Yanti menghilang di ambang pintu, seisi kelas mulai ribut lagi.
Ada yang medebatkan soal ulangan tadi dan ada yang langsung buka buku buat
melihat apa jawaban mereka benar apa tidak:?!
“Lo
dapet nge-jawab berapa tadi?” tanya salah seorang Siswa yang berada di ujung
kelas. “Cuma dua. yang lain Gue biarin kosong. Yang dua itu nggak tau deh bener
apa nggak-nya.”
“Huh
syukur deh.. ternyata ada yang lebih parah dari Gue. Untung aja!” jawab siswa
didepannya.
“Emangnya
Lo ngejawab berapa tadi?”
“Tiga!
tapi waktu nulis kalimat yang ketiga, eh ternyata waktunya habis. Ya udah, jadi
dua setengah deh.”
“kalo
gitu sih sama aja bo’ong!” katanya dengan nada datar.
“An,
Lo tadi bisa jawab berapa soal?” tanya Andi yang sudah ada disebelah mejanya
dan Vian.
“Lo
nanya sama ‘An’ yang mana nih?” kata Vian sambil menatap lurus mata Andi.
“Yang
mana aja deh.”
“Kalo
Gue sih Cuma bisa delapan soal. Tapi kalo Vian bisa semuanya tuh.” jawab Tian
dengan sigap.
Vian
langsung memutar bola matanya dan langsung menatap tajam pada temannya. “Lo kok
tau, An? Lo nyontek Gue, ya?“
Yang
ditanya nyengir-nyengir saja. “Ih, nggak lagi, Gue tadi nggak sengaja Liat.”
“apa
bedanya coba?” sahut Andi dengan nada sedikit menggoda sambil mejawil lengan
Tian.
“Ihh..
beda dong. Kalo nyontek, sengaja liat terus di tulis. Sedangkan Liat, nggak
sengaja.”
“tapi
tetep ditulis.” sahut Andi lagi menahan tawa.
“hehehe..
masa rejeki mau ditolak sih.” jawab Tian sambil ikut-ikut menahan tawa juga.
“Ah..
udah! Udah!” tukas Vian sambil mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah.
“Ada yang mau Gue omongim nih sama Tian, lebih baik Lo cepet-cepet kembali ke
alam Lo deh, Ndi.”
Tanpa
basa-basi lagi Andi langsung menyingkir dengan muka cemberut. Ia menggerutu
tidak jelas. Satu-satunya yang bisa Tian tangkap adalah “Huh, dasar cewek!
Selalu aja main rahasiaan.” Tian hanya mengulum senyum mendengar gerutuannya
itu.
“Udah,
jangan dipikiran tentang Andi! Sekarang Lo jelasin apa yang ngebuat Lo bersikap
seperti tadi pagi?”
Tian
mulai salah tingkah. Ia tidak tahu harus menajwab apa. Masa Dia harus
nge-jawab, “Sekarang Gue udah punya pacar, Vi. Kita nggak usah ke kantin bareng
lagi. oke?”
Buset dah! Sadis banget! Kata Tian dalam
hati.
“Jangan-jangan
Lo... lagi ditembak cowok, ya?” kata Vian dengan mata menyelidik.
Tian
yakin sekarang pipinya mulai memerah. “Apaan sih?!”
“Udah
lah, An. Lo nggak bisa bohong sama Gue. Kita temenan nggak satu atau dua bulan
aja. Tapi udah dua tahun. Jadi Lo nggak bisa deh bohong sama Gue.” Tian tidak
menjawab. “Jadi.. Siapa tuh cowok? Anak kelas sini?” lanjut Vian dengan penuh
pengertian.
Tian
menjawab dengan gelengan. “Siapa?” desak Vian.
“Yuda.”
jawab Tian yang hampi terdengar seperti bisikan.
“Siapa?
Yuda?” sahut Vian dengan kaget. Matanya seperti ingin keluar saja dari
tempatnya.
Dengan
sigap, Tian membungkam mulut Vian dengan tangannya. “Ssstt.. jangan
kenceng-kenceng dong. Malu tauuu...”
Vian
segera menyingkirkan tangan sahabatnya itu dan bicara dengan nada lebih rendah.
“Wuih! Keren banget, Lo bisa pacaran sama Yuda.” kata Vian terkagum-kagum.
“Hoho..
Gue juga nggak percaya.” jawab Tian dengan mata berbinar-binar.
Seharian
itu Tian sangat senang. Vian dengan senang hati mendengarkan curhatan
sahabatnya. Sebenarnya Yuda udah berkali-kali sms dan nelpon Tian buat kekantin
bareng. Tapi, Tian menolak karena masih malu-malu. Apalagi ini kan pacar
pertamanya. Tapi dengan lembut Tian menolak. Katanya, “kasihan Vian kalau
ditinggal sendirian.” Dan Yuda pun tidak ada masalah dengan itu semua. Dia
mengerti bahwa Vian adalah sahabat baik Tian. Dan mereka selalu berdua kemana
mana. Di akhir-akhir pembicaraan mereka, Vian bertanya pada Tian dengan serius.
“Jadi, kenapa Lo nerima Yuda jadi pacar Lo?”
Tian
berpikir dengan keras. “Mmm..”
“Tian..
jangan bilang kalo Lo nggak tau kenapa Lo nerima Yuda jadi pacar Lo!”
“Ya
iya lah Gue tau. Karna Gue suka sama Yuda.”
Akhirnya
Vian menghembuskan napas lega. “Syukur deh. Gue kira Lo kepaksa tadi.”
Kepaksa?
atau emang itu yang Tian rasakan sekarang ini. Tapi dibalik itu semua, hati
kecil Tian berkata ‘atau mungkin Aku
tidak ingin menyia-nyiakan orang yang menyayangiku. Karena Aku tidak ingin
bertepuk sebelah tangan lagi.’
Ke
esokan harinya Tian bercerita lagi bagaimana Yuda merayunya lewat SMS.
“Tau
nggak Vi, kata Yuda ‘Kamu bener-bener manis deh Say. Apalagi kalo lagi
cemberut, Kamu makin imut aja.’” kata Tian bercerita dengan penuh antusias.
“Cieeeeeeee.......
melayang dong tadi malam, abis digomabalin sama pacar pertama.”
Tian
hanya tersenyum tersipu-sipu mendengar tanggapan Vian. Tapi tiba-tiba,
‘BRUKK!!’ sebuah tas terhempas di atas mejanya. Jantung Tian hampir saja keluar
dan memarahi pemilik tas itu karena
sangat kagetnya (itu pun kalo jantung Tian bisa keluar!).
Tian
spontan berdiri menghadap si pemilik tas. “Apa-apaan sih Lo, Di? Kalo ada
masalah sama Gue bilang dong, jangan ngaget-ngagetin Gue kayak ini.”
“Sori-sori.”
jawab Andi dengan napas yang turun naik. “ada sesuatu yang mau Gue beri tau
sama Lo, An.” katanya. Lalu cepat-cepat menambahkan, “maksud Gue, Tian.”
“Jadi
Gue nggak boleh denger nih?” tanya Vian dengan suara yang terdengar
tersinggung. Ia sudah siap-siap bangkit sebelum Andi menghalanginya.
“Eh,
yang nyuruh Lo keluar itu siapa? Lo boleh denger kok.”
“Emangnya
ada apa, sih? Lo dapet gebetan baru? Atau Lo berhasil nembak senior Kita terus
diterima?” sahut Vian saat Ia duduk kembali. “Siapa namanya sih tuh? Fe, Fe siapa?” lanjut Vian sambil
menerawang ke atas atap. Siapa tahu nama orang itu tiba-tiba saja sedang
mengambang diatasnya.
“Febri!”
jawab Tian, membenarkan.
“Ih..
sori, ya! Eke masih normal bo’”
elaknya. “Lo berdua mau denger nggak sih? Kalo nggak mau ya udah!” lanjut Andi
dengan nada cemberut.
“Eh!!!”
cegah Vian sambil memegang tangan Andi. “Iya deh, honey. Silahkan bicara. Kami berdua yang cantiknya nggak terkira
ini bakalan mendengarkan kamu dengan senang hati kok.” lanjutnya dengan
mengedipkan satu matanya kearah Andi.
Andi
kembali ke tempatnya. “ih, apaan sih Lo! Ngeri Gue dengernya.” katanya dengan
melepaskan tangan Vian dari tangannya.
“Gini.
Pertama, Gue mau minta maaf sama Lo, An. maksud Gue, Tian. Karna Gue udah
nguping pembicaraan kalian kemarin. Dan Gue juga nggak bermaksud ngerusak
hubungan Lo. Tapi..”
“Eh,
jadi Lo denger omongan Gue kemarin sama Vian?!” potong Tian rada marah.
“Iya.
Gue minta maaf banget.”
Tian
hampir saja meluapkan kemarahannya pada Andi kalau saja sahabatnya itu tidak
memegang tangannya dengan erat. “Udah An. Gue tau kok gimana orangnya si Andi.
Mulutnya nggak beberan, kok.”
Andi
malah senyum-senyum sendiri mendengar pujian itu. “Udah deh, Ndi. Bukan waktunya
buat ke-ge-er-an. Sekarang jelasin, apa maksud Lo kalo Lo nggak bermaksud
ngehancurin hubungan Tian?” lanjut Vian dengan wajah penasaran.
“Gini,
Gue denger dari temennya temen Gue, kalo..”
“Kalo
apa?” desak Tian.
“Kalo
Yuda itu udah punya pacar!” Lanjut Andi dengan nada semakin lemah di setiap
katanya.
Napas
Tian tercekat. Ia tidak bisa lagi mendengar keriuhan disekitarnya. Yang bisa
ditangkap telinganya sekarang hanya detak jantungnya sendiri. Wajahnya mulai
memanas.Matanya digenangi Air. “A.. apa?” Kata Tian dengan nada tercekat.
“Lo
jangan ngada-ngada deh, Ndi. Lo cuma iri kan sama Tian karena Tian udah punya
pacar?” kata Vian dengan nada membentak.
“Dengar
ya, sebagai temen yang baik Gue cuma pengen ngasih tau Tian. Gue nggak mau aja
Tian terluka! Dan Gue juga nggak pernah sirik sama Tian atau Yuda!” sahut Andi
dengan duara yang tidak kalah kerasnya. Ia pun kembali ke tempat duduknya
dengan kesal.
“Udah,
An. Dia Cuma iri kok sama Lo.” Vian pun mengelus-elus punggung sahabatnya itu.
Tapi
sudah terlambat. Setetes air mata Tian sudah jatuh dari keLopaknya. Lalu
mengalir lebih deras lagi tanpa henti. “Nggak, An. Andi pasti bicara
sebenernya. Gue harus nyari tau langsung dari Yuda.”
Dengan
sigap Ia raih ponsel dari dalam tas dan mengetikkan beberapa nomor. Hubungan
pun tersambung.
“HaLo
Say, tumben nelpon. Biasanya kalo Aku ajak Kamu malah nggak mau.” sapa Yuda di
seberang sana.
“Yud,
Aku mau bicara sama Kamu sekarang! Aku tunggu di belakang sekolah.”
“Kamu
kenapa Say? kayaknya Kamu nangis. Ada apa? Siapa yang buat Kamu begitu?”
“Kamu!”
Hubungan pun terputus.
Dengan
segera Tian menghambur keluar. Vian ingin mengejar sahabatnya itu tapi
tiba-tiba tangannya di cengkram erat oleh Andi yang sudah berdiri lagi
disebelahnya. “Biarin Dia pegi dan belajar ngatasin masalahnya sendiri.” Kata
Andi dengan wajah super serius.Vian pun mengangguk lemah.
Seperti
yang Tian duga. Halaman belakang sekolah memang selalu sepi. hanya ada satu
orang disana. Dia sedang bersandar didinding sambil menyobek-nyobek rumput
ditangannya. Yuda! Tidak salah lagi! Dia Yuda!
Laki-laki
itu mengalihkan pandangannya pada Tian. Ia tatap perempuan yang sedang
menatapnya juga dan langsung berlari kearahnya. “Ya ampun, Tian. Kamu kenapa?
Kok Kamu..”
“Kamu
udah punya pacar?” potong Tian dengan suara makin tercekat.
“A..
apa? Kamu ngomong apa sih?” tanya Yuda tidak mngerti.
Tian
pun menceritakan apa yang Ia dengar dari Andi. “Jadi.. semua itu benar?”
Hening.
Tidak ada jawaban. “Jawab, Yud!” bentak Tian.
Andi
mengangguk lemah. “tapi, Aku udah putus sama Dia waktu Aku pertama kali lihat
Kamu.” tambah Yuda dengan cepat.
“Oh,
Gitu? Jadi, Kalo Kamu ngelihat cewek yang lebih sempurna dari pada Aku, nantinya
Kamu bakal mutusin Aku juga? Hah?” bentak Tian lagi. Kali ini amarahnya
benar-benar memuncak. “Tega banget Kamu, Yud!”
Tian
pun membalikkan badan dan pergi meninggalkan Yuda sendirian. ia tidak peduli
lagi dengan semua murid yang melihatnya dengan nanar. Yang penting sekarang Ia
ingin kembali ke kelas dan menangis dipelukan sahabatnya itu.
Sesampainya
di kelas Tian melihat Andi sedang duduk di bangkunya dengan Vian. Untung saja
Andi cukup tahu diri dan langsung beranjak dari duduknya setelah melihat Tian
masuk ke ruangan.
Dengan
sigap Vian langsung membentangkan tangannya dan menyambut pelukan sahabatnya itu.
Setelah tangis Tian mulai reda, Vian mencoba membuka pembicaraan. “Jadi.. semua
itu benar?” Tian mengangguk.
“Sudahlah,
An. Semuanya udah berlalu. Lo pernah denger kan, kalo masa remaja penuh dengan
kejutan dan mengejutkan?” Tian mengangguk lagi. “Nah, ini lah kejutan masa
remaja Lo. Yaitu Lo buka awal masa pacaran Lo sama Yuda. Dan yang
mengejutkannya adalah ternyata si Yuda masih punya pacar saat Dia nembak Lo.”
Kata Vian menjelaskan dengan bijak. “Dan Ini juga adalah pelajaran buat Lo
sendiri. Jangan pernah nerima cowok buat jadi pacar Lo dengan entengnya. Lo
harus lihat dulu seluk beluk cowok itu. Baru Lo bisa mutusin, apa Dia pantas
sama Lo atau nggak?!” Tian yang masih dalam dekapan Vian mengangguk lagi.
Vian
memegang kedua bahu Tian. Mencoba melepaskan pelukannya. Ia tatap kedua mata
yang bengkak itu dengan senyum yang mengembang. “Gue yakin! Setelah semua ini, Lo
bakal dapet cowok yang lebih baik dari pada Yuda.” Katanya dengan tatapan penuh
pengertian.
“Iya,
An. Gue juga bakal ngedo’a-in Lo kok, biar dapet cowok yang lebih baik lagi.”
sahut Andi yang masih berda disebelah Tian.
Tian
pun menatap kedua orang itu bergantian lalu tersenyum pada mereka berdua. “Iya.
Lo bener, An. Maksud Gue Andi dan Vian.”
Mereka
bertiga pun saling bertukar pandang lalu tertawa bersama-sama. “Kok nama
panggilan singkat Kita semua sama ya?” kata Vian ditengah tawanya.
“Iya.
Bener juga. Jangan-jangan Kita berojolnya juga bareng bareng, lagi?” sahut
Andi. tawanya makin keras.
Tian
hanya tersenyum melihat mereka berdua.
“Sepertinya Gue udah dapet yang lebih
baik dari pada Yuda” bisiknya
dalam hati. “Yaitu Kalian.” lanjutnya
dengan senang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar