Senin, 25 Juni 2012

CERPEN


Friend and love
Kamu mau nggak jadian sama Aku?
Kata-kata itu terus berdengung di otak cewek yang sudah menduduki bangku kelas 2 Sekolah Menengah Pertama itu. Memang sih masih terlalu awal untuk membuka masa pacaran. Tapi itu dia, masa remaja memang penuh kejutan dan mengejutkan! Benar kan?!
“Tian, Lo kenapa sih? Dari tadi kok senyum senyum sendiri?” tanya Vian yang sudah berada di sebelah Tian. Ia memandang teman sebangkunya itu dengan tatapan ngeri. “jangan-jangan... Lo udah mulai miring, ya?”
Tian cepat-cepat tersadar dan langsung gelagapan. “Lho, kapan Lo datang?”
“Wah, emang bener ada yang nggak beres nih!” katanya dengan tatapan menyelidik.
“Apaan sih?” jawab Tian dengan ketus. “Apanya yang nggak beres?”
“tuh kan, apa Gue bilang! ada yang nggak beres pasti!” sahutnya dengan suara se-yakin-yakinnya.
“Ih, apaan sih?”
“Liat aja. Pertama, Lo nggak liat gue datang! Jelas-jelas Lo lagi menghadap ke arah pintu! Kedua,” katanya sambil mengacungkan jari tengah dan jari telunjuknya hingga berbentuk seperti huruf ‘V’ “Lo nyengir-nyengir sendiri dari tadi. dan ketiga..” Vian mengangkat satu lagi jari manisnya hingga membentuk huruf ‘W’ “Gue yakin Lo nggak denger apa yang barusan Gue tanyain.” jelasnya dengan sorot mata tajam.
“Gue denger kok!” jawab Tian dengan tegas.
“Coba Gue denger Lo ngulangin pertanyaan Gue tadi!” jawab Vian yang tidak kalah tegas dan menantang.
Tian berpikir dengan keras. Mencoba mengingat-ingat apa yang Vian tanyakan tadi. Vian memang sudah bersahabat dengannya sejak pertama kali masuh ke sekolah ini. Makanya Vian tahu betul bagaimana Tian kalau ada sesuatu yang sedang Ia sembunyikan.
“Nah Lo,” kata Vian dengan telak! “nggak bisa jawabkan?”
Untung saja Tian tidak perlu melanjutkan pembicaraannya dengan Vian karena guru bahasa inggris, yaitu Ibu Yanti, sudah memasuki ruang kelas. Tiba-tiba suasana kelas menjadi seperti kuburan. Tidak ada bunyi sekekcil apapun. Bahkan suara Jangkrik yang biasanya berteriak-teriak disebelah kelas kami yang ditumbuhi dengan rumput-rumput lebat saja tidak berani bersuara. Mungkin insting kehewanannya saat ini mencium aroma mengerikan yang baru masuk dari ruangan sebelah rumahnya.
 “Ambil selembar kertas dan siapkan alat tulis kalian. Jangan ada barang sekecil apa pun di atas atau di bawah meja kalian selain peralatan yang Ibu minta. Hari ini kita ulangan tentang Simple Future Tense.” kata Ibu Yanti dengan santai dan berjalan menuju kursinya.
“HAAAAAAAAHHHHHH?!” Spontan seluruh penghuni kelas menjerit kaget. Dan dalam hitungan detik berikutnya suasana kelas yang tadi seperti kuburan menjadi gaduh. Berbagai pertanyaan keluar dari berbagai mulut.
“Duh, gimana nih, Gue nggak belajar tadi malam.” kata salah satu siswi yang berada di jejeran duduk paling depan.
“Gue juga nih.” jawab siswi yang duduk disebelahnya.
“Lo hapal nggak formulanya?” kata siswa yang duduk di deretan kursi paling belakang.
“Ya elah! Boro-boro hapal formulanya, Simple apa tadi katanya? Simple kecebur?!”
Simple Future!”
“nah, itu maksud Gue. Simple Future? Ya ampun, bahasa dari planet mana sih tuh, namanya nggak enak banget didenger.”
“Ya ampun! Lo bego nggak kira-kira ya, Simple Future Tense aja nggak tau.”
“Emang Lo tau?” kata siswa itu lagi dengan sewot.
“Ya nggak lah! kalo Gue tau, ngapain juga Gue tanya ama Lo!”
“Huhh.. dasar Lo! Gue kirain Lo tau.”
“Lo juga sih, bego ngajak-ngajak Gue.”
“SHUT UP!!!!!!”
Semua orang pun terdiam dan duduk diam dengan tangan yang terlipat rapi di atas meja ketika terdengar teriakkan Ibu Yanti. “Yang keberatan dengan  ini silahkan keluar!”
Hening. Tidak ada yang menjawab.
“Buset dah! Nih Ibu galak banget sih, bisa-bisa Ki Joko Bodo aja langsung lari terbirit-birit kalau ketemu Dia!” Bisik salah satu siswa ke arah ku. Spontan Ibu Yanti menatapnya. “Vian, any something wrong? Or are you wanna go out of here?
No, thanks Mam.” jawab Vian dengan cepat.
“Good.” Ibu Yanti mengalihkan pandangannya kepada seluruh penjuru kelas. “Ready?”
“YES!!!” sahut seisi kelas.
OK. Soalnya adalah...”
Akhirnya ulangan yang sangat menegangkan itu berakhir. Semua murid sama sekali tidak bisa bediskusi karena Ibu Yanti selalu saja berkeliling ruangan. Setelah bayangan Ibu Yanti menghilang di ambang pintu, seisi kelas mulai ribut lagi. Ada yang medebatkan soal ulangan tadi dan ada yang langsung buka buku buat melihat apa jawaban mereka benar apa tidak:?!
“Lo dapet nge-jawab berapa tadi?” tanya salah seorang Siswa yang berada di ujung kelas. “Cuma dua. yang lain Gue biarin kosong. Yang dua itu nggak tau deh bener apa nggak-nya.”
“Huh syukur deh.. ternyata ada yang lebih parah dari Gue. Untung aja!” jawab siswa didepannya.
“Emangnya Lo ngejawab berapa tadi?”
“Tiga! tapi waktu nulis kalimat yang ketiga, eh ternyata waktunya habis. Ya udah, jadi dua setengah deh.”
“kalo gitu sih sama aja bo’ong!” katanya dengan nada datar.
“An, Lo tadi bisa jawab berapa soal?” tanya Andi yang sudah ada disebelah mejanya dan Vian.
“Lo nanya sama ‘An’ yang mana nih?” kata Vian sambil menatap lurus mata Andi.
“Yang mana aja deh.”
“Kalo Gue sih Cuma bisa delapan soal. Tapi kalo Vian bisa semuanya tuh.” jawab Tian dengan sigap.
Vian langsung memutar bola matanya dan langsung menatap tajam pada temannya. “Lo kok tau, An? Lo nyontek Gue, ya?“
Yang ditanya nyengir-nyengir saja. “Ih, nggak lagi, Gue tadi nggak sengaja Liat.”
“apa bedanya coba?” sahut Andi dengan nada sedikit menggoda sambil mejawil lengan Tian.
“Ihh.. beda dong. Kalo nyontek, sengaja liat terus di tulis. Sedangkan Liat, nggak sengaja.”
“tapi tetep ditulis.” sahut Andi lagi menahan tawa.
“hehehe.. masa rejeki mau ditolak sih.” jawab Tian sambil ikut-ikut menahan tawa juga.
“Ah.. udah! Udah!” tukas Vian sambil mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah. “Ada yang mau Gue omongim nih sama Tian, lebih baik Lo cepet-cepet kembali ke alam Lo deh, Ndi.”
Tanpa basa-basi lagi Andi langsung menyingkir dengan muka cemberut. Ia menggerutu tidak jelas. Satu-satunya yang bisa Tian tangkap adalah “Huh, dasar cewek! Selalu aja main rahasiaan.” Tian hanya mengulum senyum mendengar gerutuannya itu.
“Udah, jangan dipikiran tentang Andi! Sekarang Lo jelasin apa yang ngebuat Lo bersikap seperti tadi pagi?”
Tian mulai salah tingkah. Ia tidak tahu harus menajwab apa. Masa Dia harus nge-jawab, “Sekarang Gue udah punya pacar, Vi. Kita nggak usah ke kantin bareng lagi. oke?”
Buset dah! Sadis banget! Kata Tian dalam hati.
“Jangan-jangan Lo... lagi ditembak cowok, ya?” kata Vian dengan mata menyelidik.
Tian yakin sekarang pipinya mulai memerah. “Apaan sih?!”
“Udah lah, An. Lo nggak bisa bohong sama Gue. Kita temenan nggak satu atau dua bulan aja. Tapi udah dua tahun. Jadi Lo nggak bisa deh bohong sama Gue.” Tian tidak menjawab. “Jadi.. Siapa tuh cowok? Anak kelas sini?” lanjut Vian dengan penuh pengertian.
Tian menjawab dengan gelengan. “Siapa?” desak Vian.
“Yuda.” jawab Tian yang hampi terdengar seperti bisikan.
“Siapa? Yuda?” sahut Vian dengan kaget. Matanya seperti ingin keluar saja dari tempatnya.
Dengan sigap, Tian membungkam mulut Vian dengan tangannya. “Ssstt.. jangan kenceng-kenceng dong. Malu tauuu...”
Vian segera menyingkirkan tangan sahabatnya itu dan bicara dengan nada lebih rendah. “Wuih! Keren banget, Lo bisa pacaran sama Yuda.” kata Vian terkagum-kagum.
“Hoho.. Gue juga nggak percaya.” jawab Tian dengan mata berbinar-binar.
Seharian itu Tian sangat senang. Vian dengan senang hati mendengarkan curhatan sahabatnya. Sebenarnya Yuda udah berkali-kali sms dan nelpon Tian buat kekantin bareng. Tapi, Tian menolak karena masih malu-malu. Apalagi ini kan pacar pertamanya. Tapi dengan lembut Tian menolak. Katanya, “kasihan Vian kalau ditinggal sendirian.” Dan Yuda pun tidak ada masalah dengan itu semua. Dia mengerti bahwa Vian adalah sahabat baik Tian. Dan mereka selalu berdua kemana mana. Di akhir-akhir pembicaraan mereka, Vian bertanya pada Tian dengan serius. “Jadi, kenapa Lo nerima Yuda jadi pacar Lo?”
Tian berpikir dengan keras. “Mmm..”
“Tian.. jangan bilang kalo Lo nggak tau kenapa Lo nerima Yuda jadi pacar Lo!”
“Ya iya lah Gue tau. Karna Gue suka sama Yuda.”
Akhirnya Vian menghembuskan napas lega. “Syukur deh. Gue kira Lo kepaksa tadi.”
Kepaksa? atau emang itu yang Tian rasakan sekarang ini. Tapi dibalik itu semua, hati kecil Tian berkata ‘atau mungkin Aku tidak ingin menyia-nyiakan orang yang menyayangiku. Karena Aku tidak ingin bertepuk sebelah tangan lagi.’
Ke esokan harinya Tian bercerita lagi bagaimana Yuda merayunya lewat SMS.
“Tau nggak Vi, kata Yuda ‘Kamu bener-bener manis deh Say. Apalagi kalo lagi cemberut, Kamu makin imut aja.’” kata Tian bercerita dengan penuh antusias.
“Cieeeeeeee....... melayang dong tadi malam, abis digomabalin sama pacar pertama.”
Tian hanya tersenyum tersipu-sipu mendengar tanggapan Vian. Tapi tiba-tiba, ‘BRUKK!!’ sebuah tas terhempas di atas mejanya. Jantung Tian hampir saja keluar dan memarahi pemilik tas itu karena  sangat kagetnya (itu pun kalo jantung Tian bisa keluar!).
Tian spontan berdiri menghadap si pemilik tas. “Apa-apaan sih Lo, Di? Kalo ada masalah sama Gue bilang dong, jangan ngaget-ngagetin Gue kayak ini.”
“Sori-sori.” jawab Andi dengan napas yang turun naik. “ada sesuatu yang mau Gue beri tau sama Lo, An.” katanya. Lalu cepat-cepat menambahkan, “maksud Gue, Tian.”
“Jadi Gue nggak boleh denger nih?” tanya Vian dengan suara yang terdengar tersinggung. Ia sudah siap-siap bangkit sebelum Andi menghalanginya.
“Eh, yang nyuruh Lo keluar itu siapa? Lo boleh denger kok.”
“Emangnya ada apa, sih? Lo dapet gebetan baru? Atau Lo berhasil nembak senior Kita terus diterima?” sahut Vian saat Ia duduk kembali. “Siapa namanya  sih tuh? Fe, Fe siapa?” lanjut Vian sambil menerawang ke atas atap. Siapa tahu nama orang itu tiba-tiba saja sedang mengambang diatasnya.
“Febri!” jawab Tian, membenarkan.
“Ih.. sori, ya! Eke masih normal bo’” elaknya. “Lo berdua mau denger nggak sih? Kalo nggak mau ya udah!” lanjut Andi dengan nada cemberut.
“Eh!!!” cegah Vian sambil memegang tangan Andi. “Iya deh, honey. Silahkan bicara. Kami berdua yang cantiknya nggak terkira ini bakalan mendengarkan kamu dengan senang hati kok.” lanjutnya dengan mengedipkan satu matanya kearah Andi.
Andi kembali ke tempatnya. “ih, apaan sih Lo! Ngeri Gue dengernya.” katanya dengan melepaskan tangan Vian dari tangannya.
“Gini. Pertama, Gue mau minta maaf sama Lo, An. maksud Gue, Tian. Karna Gue udah nguping pembicaraan kalian kemarin. Dan Gue juga nggak bermaksud ngerusak hubungan Lo. Tapi..”
“Eh, jadi Lo denger omongan Gue kemarin sama Vian?!” potong Tian rada marah.
“Iya. Gue minta maaf banget.”
Tian hampir saja meluapkan kemarahannya pada Andi kalau saja sahabatnya itu tidak memegang tangannya dengan erat. “Udah An. Gue tau kok gimana orangnya si Andi. Mulutnya nggak beberan, kok.”
Andi malah senyum-senyum sendiri mendengar pujian itu. “Udah deh, Ndi. Bukan waktunya buat ke-ge-er-an. Sekarang jelasin, apa maksud Lo kalo Lo nggak bermaksud ngehancurin hubungan Tian?” lanjut Vian dengan wajah penasaran.
“Gini, Gue denger dari temennya temen Gue, kalo..”
“Kalo apa?” desak Tian.
“Kalo Yuda itu udah punya pacar!” Lanjut Andi dengan nada semakin lemah di setiap katanya.
Napas Tian tercekat. Ia tidak bisa lagi mendengar keriuhan disekitarnya. Yang bisa ditangkap telinganya sekarang hanya detak jantungnya sendiri. Wajahnya mulai memanas.Matanya digenangi Air. “A.. apa?” Kata Tian dengan nada tercekat.
“Lo jangan ngada-ngada deh, Ndi. Lo cuma iri kan sama Tian karena Tian udah punya pacar?” kata Vian dengan nada membentak.
“Dengar ya, sebagai temen yang baik Gue cuma pengen ngasih tau Tian. Gue nggak mau aja Tian terluka! Dan Gue juga nggak pernah sirik sama Tian atau Yuda!” sahut Andi dengan duara yang tidak kalah kerasnya. Ia pun kembali ke tempat duduknya dengan kesal.
“Udah, An. Dia Cuma iri kok sama Lo.” Vian pun mengelus-elus punggung sahabatnya itu.
Tapi sudah terlambat. Setetes air mata Tian sudah jatuh dari keLopaknya. Lalu mengalir lebih deras lagi tanpa henti. “Nggak, An. Andi pasti bicara sebenernya. Gue harus nyari tau langsung dari Yuda.”
Dengan sigap Ia raih ponsel dari dalam tas dan mengetikkan beberapa nomor. Hubungan pun tersambung.
“HaLo Say, tumben nelpon. Biasanya kalo Aku ajak Kamu malah nggak mau.” sapa Yuda di seberang sana.
“Yud, Aku mau bicara sama Kamu sekarang! Aku tunggu di belakang sekolah.”
“Kamu kenapa Say? kayaknya Kamu nangis. Ada apa? Siapa yang buat Kamu begitu?”
“Kamu!” Hubungan pun terputus.
Dengan segera Tian menghambur keluar. Vian ingin mengejar sahabatnya itu tapi tiba-tiba tangannya di cengkram erat oleh Andi yang sudah berdiri lagi disebelahnya. “Biarin Dia pegi dan belajar ngatasin masalahnya sendiri.” Kata Andi dengan wajah super serius.Vian pun mengangguk lemah.
Seperti yang Tian duga. Halaman belakang sekolah memang selalu sepi. hanya ada satu orang disana. Dia sedang bersandar didinding sambil menyobek-nyobek rumput ditangannya. Yuda! Tidak salah lagi! Dia Yuda!
Laki-laki itu mengalihkan pandangannya pada Tian. Ia tatap perempuan yang sedang menatapnya juga dan langsung berlari kearahnya. “Ya ampun, Tian. Kamu kenapa? Kok Kamu..”
“Kamu udah punya pacar?” potong Tian dengan suara makin tercekat.
“A.. apa? Kamu ngomong apa sih?” tanya Yuda tidak mngerti.
Tian pun menceritakan apa yang Ia dengar dari Andi. “Jadi.. semua itu benar?”
Hening. Tidak ada jawaban. “Jawab, Yud!” bentak Tian.
Andi mengangguk lemah. “tapi, Aku udah putus sama Dia waktu Aku pertama kali lihat Kamu.” tambah Yuda dengan cepat.
“Oh, Gitu? Jadi, Kalo Kamu ngelihat cewek yang lebih sempurna dari pada Aku, nantinya Kamu bakal mutusin Aku juga? Hah?” bentak Tian lagi. Kali ini amarahnya benar-benar memuncak. “Tega banget Kamu, Yud!”
Tian pun membalikkan badan dan pergi meninggalkan Yuda sendirian. ia tidak peduli lagi dengan semua murid yang melihatnya dengan nanar. Yang penting sekarang Ia ingin kembali ke kelas dan menangis dipelukan sahabatnya itu.
Sesampainya di kelas Tian melihat Andi sedang duduk di bangkunya dengan Vian. Untung saja Andi cukup tahu diri dan langsung beranjak dari duduknya setelah melihat Tian masuk ke ruangan.
Dengan sigap Vian langsung membentangkan tangannya dan menyambut pelukan sahabatnya itu. Setelah tangis Tian mulai reda, Vian mencoba membuka pembicaraan. “Jadi.. semua itu benar?” Tian mengangguk.
“Sudahlah, An. Semuanya udah berlalu. Lo pernah denger kan, kalo masa remaja penuh dengan kejutan dan mengejutkan?” Tian mengangguk lagi. “Nah, ini lah kejutan masa remaja Lo. Yaitu Lo buka awal masa pacaran Lo sama Yuda. Dan yang mengejutkannya adalah ternyata si Yuda masih punya pacar saat Dia nembak Lo.” Kata Vian menjelaskan dengan bijak. “Dan Ini juga adalah pelajaran buat Lo sendiri. Jangan pernah nerima cowok buat jadi pacar Lo dengan entengnya. Lo harus lihat dulu seluk beluk cowok itu. Baru Lo bisa mutusin, apa Dia pantas sama Lo atau nggak?!” Tian yang masih dalam dekapan Vian mengangguk lagi.
Vian memegang kedua bahu Tian. Mencoba melepaskan pelukannya. Ia tatap kedua mata yang bengkak itu dengan senyum yang mengembang. “Gue yakin! Setelah semua ini, Lo bakal dapet cowok yang lebih baik dari pada Yuda.” Katanya dengan tatapan penuh pengertian.
“Iya, An. Gue juga bakal ngedo’a-in Lo kok, biar dapet cowok yang lebih baik lagi.” sahut Andi yang masih berda disebelah Tian.
Tian pun menatap kedua orang itu bergantian lalu tersenyum pada mereka berdua. “Iya. Lo bener, An. Maksud Gue Andi dan Vian.”
Mereka bertiga pun saling bertukar pandang lalu tertawa bersama-sama. “Kok nama panggilan singkat Kita semua sama ya?” kata Vian ditengah tawanya.
“Iya. Bener juga. Jangan-jangan Kita berojolnya juga bareng bareng, lagi?” sahut Andi. tawanya makin keras.
Tian hanya tersenyum melihat mereka berdua.
“Sepertinya Gue udah dapet yang lebih baik dari pada Yuda” bisiknya dalam hati. “Yaitu Kalian.” lanjutnya dengan senang.

~THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar